Hukum Khitan bagi Wanita



Problema Anda ” Hukum Khitan bagi Wanita “

Dijawab oleh al-Ustadz Qomar Suaidi, Lc

Bagaimana hukum sunat bagi perempuan menurut hukum Islam? Jazakumullah khair sebelumnya atas jawabannya. Heru R heruxxxxxx@gmail.com

Bismillah.

Khitan bagi wanita juga disyariatkan sebagaimana halnya bagi pria. Memang, masih sering muncul kontroversi seputar khitan bagi wanita, baik di dalam maupun di luar negeri. Perbedaan dan perdebatan tersebut terjadi karena berbagai alasan dan sudut pandang yang berbeda. Yang kontra bisa jadi karena kurangnya informasi tentang ajaran Islam, kesalahan penggambaran tentang khitan yang syar’I bagi wanita, dan mungkin juga memang sudah antipati terhadap Islam. Lepas dari kontroversi tersebut, selaku seorang muslim, kita punya patokan dalam menyikapi segala perselisihan, yaitu dikembalikan kepada Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya.

فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

“Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Hal itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (an-Nisa’: 59)

Setelah kita kembalikan kepada Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya, serta telah jelas apa yang diajarkan oleh Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya, kewajiban kita adalah menerima ajaran tersebut sepenuhnya dan tunduk sepenuhnya dengan senang hati tanpa rasa berat. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَن يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Sesungguhnya jawaban orangorang mukmin, apabila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukumi (mengadili) di antara mereka ialah ucapan, “Kami mendengar dan kami patuh.” Dan mereka itulah orangorang yang beruntung. (an-Nur: 51)

Tentang sunat bagi wanita, tidak diperselisihkan tentang disyariatkannya. Hanya saja para ulama berbeda pendapat, apakah hukumnya hanya sunnah atau sampai kepada derajat wajib. Pendapat yang kuat (rajih) adalah wajib dengan dasar bahwa ini adalah ajaran para nabi sebagaimana dalam hadits,

الْفِطْرَةُ خَمْسٌ -أَوْ خَمْسٌ مِنَ الْفِطْرَةِ الْخِتَانُ، وَا سْالِْتِحْدَادُ، وَنَتْفُ الْإِبْطِ، وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ وَقَصُّ الشَّارِبِ

“Fitrah ada lima—atau lima hal termasuk fitrah—: khitan, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, menggunting kuku, dan menggunting kumis.” (Sahih, HR. al- Bukhari dan Muslim)

Fitrah dalam hadits ini ditafsirkan oleh ulama sebagai tuntunan para nabi, tentu saja termasuk Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam, dan kita diperintah untuk mengikuti ajarannya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا ۖ

Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), “Ikutilah agama Ibrahim, seorang yang hanif.” (an-Nahl: 123)

Alasan yang kedua, ini adalah pembeda antara muslim dan kafir (nonmuslim). Pembahasan ini dapat dilihat lebih luas dalam kitab Tuhfatul Maudud karya Ibnul Qayyim rahimahullah dan Tamamul Minnah karya asy-Syaikh al-Albani rahimahullah.

Bagian Manakah yang Dikhitan?

Ini adalah pembahasan yang sangat penting karena hal inilah yang menjadi sebab banyaknya kontroversi. Dari sinilah pihak-pihak yang kontra memandang sinis terhadap khitan untuk kaum wanita. Perlu diingat, jangan sampai kita membenci ajaran agama Islam dan berburuk sangka terhadapnya, lebihlebih jika kita tidak tahu secara benar tentang ajaran Islam dalam hal tersebut, termasuk masalah ini. Perlu diketahui, khitan wanita telah dikenal di berbagai negeri di Afrika, Asia, dan wilayah yang lain. Di Afrika dikenal istilah khitan firauni (khitan ala Fir’aun) yang masih berlangsung sampai sekarang. Karena sekarang banyak pelakunya dari muslimin, pihak-pihak tertentu memahami bahwa itulah ajaran Islam dalam hal khitan wanita, padahal yang melakukan khitan firauni bukan hanya muslimah. Khitan tersebut sangat sadis dan sangat bertentangan dengan ajaranajaran Islam.

Seperti apakah khitan firauni tersebut? Ada beberapa bentuk:

1 . Dipangkas kelentitnya (clitoridectomy).

2. Ada juga yang dipotong sebagian bibir dalam vaginanya.

3. Ada juga yang dijahit sebagian lubang tempat keluar haidnya.

Sebuah pertanyaan diajukan kepada al-Lajnah ad-Daimah.

Kami wanita-wanita muslimah dari Somalia. Kami tinggal di Kanada dan sangat tertekan dengan adat dan tradisi yang diterapkan kepada kami, yaitu khitan firauni, yang pengkhitan memotong klitoris seluruhnya, dengan sebagian bibir dalam kemaluan dan sebagian besar bibir luar kemaluan. Itu bermakna menghilangkan organ keturunan yang tampak pada wanita, yang berakibat memperjelek vagina secara total. Setelahnya lubang dijahit total, yang diistilahkan dengan ar-ratq, yang mengakibatkan rasa sakit yang luar biasa bagi wanita saat malam pernikahan dan saat melahirkan. Bahkan karena hal itu, tidak jarang sampai mereka memerlukan operasi. Selain itu, hal ini juga mengakibatkan seksualitas yang dingin dan menyebabkan berbagai macam kasus medis, seorang wanita kehilangan kehidupan, kesehatan, atau kemampuannya berketurunan. Saya akan melampirkan sebagian hasil studi secara medis yang menerangkan hal itu. Kami ingin mengetahui hukum syar’i tentang perbuatan ini. Sungguh, fatwa Anda semua terkait dengan masalah ini menjadi keselamatan banyak wanita muslimah di banyak negeri. Semoga Allah Subhanahu wata’ala memberikan taufik kepada Anda semua dan memberikan kebaikan. Semoga Allah Subhanahu wata’ala menjadikan Anda sekalian simpanan kebaikan bagi muslimin dan muslimat.

Jawab: Apabila kenyataannya seperti yang disebutkan, khitan model seperti yang disebutkan dalam pertanyaan tidak diperbolehkan karena mengandung mudarat yang sangat besar terhadap seorang wanita. Padahal Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لاَ ضَرَرَ وَ ضِرَارَ

“Tidak boleh memberikan mudarat.”

Khitan yang disyariatkan adalah dipotongnya sebagian kulit yang berada di atas tempat senggama. Itu pun dipotong sedikit, tidak seluruhnya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam kepada pengkhitan, “Apabila kamu mengkhitan, potonglah sedikit saja dan jangan kamu habiskan. Hal itu lebih mencerahkan wajah dan lebih menyenangkan suami.” (HR. al-Hakim, ath-Thabarani, dan selain keduanya) Allah Subhanahu wata’ala lah yang memberi taufik. Semoga Allah l memberikan shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya, dan para sahabatnya. (Tertanda: Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz [Ketua], Abdul Aziz Alu Syaikh [Wakil Ketua], Abdullah Ghudayyan [Anggota], Shalih al-Fauzan [Anggota], dan Bakr Abu Zaid [Anggota] fatwa no. 20118)

Dalam pandangan ulama Islam dari berbagai mazhab, yang dipotong ketika wanita dikhitan adalah kulit yang menutupi kelentit yang berbentuk semacam huruf V yang terbalik. Dalam bahasa Arab bagian ini disebut qulfah dan dalam bahasa Inggris disebut prepuce. Bagian ini berfungsi menutupi klitoris atau kelentit pada organ wanita, fungsinya persis seperti kulup pada organ pria yang juga dipotong dalam khitan pria. Khitan wanita dengan cara semacam itu mungkin bisa diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan prepucectomy. Berikut ini kami nukilkan beberapa penjelasan para ahli fikih.

• Ibnu ash-Shabbagh rahimahullah mengatakan, “Yang wajib atas seorang pria adalah dipotong kulit yang menutupi kepala kemaluan sehingga terbuka semua. Adapun wanita, dia memiliki selaput (kulit lembut yang menutupi klitoris, -pen.) semacam jengger ayam yang terletak di bagian teratas kemaluannya dan berada di antara dua bibir kemaluannya. Itu dipotong dan pokoknya (klitorisnya) yang seperti biji kurma ditinggal (tidak dipotong).”

• Al-Mawardi rahimahullah berkata, “Khitan wanita adalah dengan memotong kulit lembut pada vagina yang berada di atas tempat masuknya penis dan di atas tempat keluarnya air kencing, yang menutupi (kelentit) yang seperti biji kurma. Yang dipotong adalah kulit tipis yang menutupinya, bukan bijinya.”

• Dalam kitab Hasyiyah ar-Raudhul Murbi’ disebutkan, “Di atas tempat keluarnya kencing ada kulit yang lembut semacam pucuk daun, berada di antara dua bibir kemaluan, dan dua bibir tersebut meliputi seluruh kemaluan. Kulit tipis tersebut dipotong saat khitan. Itulah khitan wanita.”

• Al-‘Iraqi rahimahullah mengatakan, “Khitan adalah dipotongnya kulup yang menutupi kepala penis seorang pria. Pada wanita, yang dipotong adalah kulit tipis di bagian atas vagina.” Dari kutipan-kutipan di atas, jelaslah kiranya seperti apa khitan yang syar’I bagi wanita.

Namun, ada pendapat lain dari kalangan ulama masa kini, di antaranya asy-Syaikh al-Albani, yaitu yang dipotong adalah klitoris itu sendiri, bukan kulit lembut yang menutupinya, kulup, atau prepuce. Sebelum ini, penulis pun cenderung kepada pendapat ini. Tetapi, tampaknya pendapat ini lemah, dengan membandingkan dengan ucapan-ucapan ulama di atas. Namun, pemilik pendapat ini pun tidak mengharuskan semua wanita dikhitan, karena tidak setiap wanita tumbuh klitorisnya. Beliau hanya mewajibkan khitan yang demikian pada wanita-wanita yang kelentitnya tumbuh memanjang. Ini biasa terjadi di daerahdaerah yang bersuhu sangat panas, semacam Sa’id Mesir (Epper Egypt), Sudan, dan lain-lain. Banyak wanita di daerah tersebut memiliki kelentit yang tumbuh, bahkan sebagian mereka tumbuhnya pesat hingga sulit melakukan ‘hubungan’. (Rawai’uth Thib al-Islami, 1/109, program Syamilah)

Berdasarkan keterangan di atas, jelaslah khitan yang tidak syar’i, yaitu khitan firauni, khitan menurut pendapat yang lemah, dan khitan syar’i sebagaimana penjelasan ulama di atas. Oleh karena itu, tiada celah bagi siapa pun untuk mengingkari khitan yang syar’i, karena khitan yang syar’I bagi wanita sejatinya sama dengan khitan bagi pria. Tidak ada kerugian sama sekali bagi yang bersangkutan. Bahkan, wanita tersebut akan mendapatkan berbagai maslahat karena banyaknya hikmah yang terkandung. Di antaranya, dikhitan akan lebih bersih karena kotoran di sekitar kelentit akan mudah dibersihkan, persis dengan hikmah khitan pada kaum pria. Bahkan, khitan akan sangat membantu wanita dalam hubungannya dengan suaminya, karena dia akan lebih mudah terangsang dan mencapai puncak yang dia harapkan. Hikmah yang paling utama adalah kita bisa melaksanakan tuntunan para nabi dan beribadah kepada Allah Subhanahu wata’ala dengan melaksanakannya.

Yang aneh, orang-orang yang anti- Islam di satu sisi mendiskreditkan Islam dengan alasan khitan wanita, padahal khitan ini juga dilakukan di negeri nonmuslim, walau tidak dengan nama khitan. Bahkan, tindakan ini menjadi pengobatan atau solusi bagi wanita yang kesulitan mencapai orgasme, dan solusi ini berhasil. Pada 1958, Dr. McDonald meluncurkan sebuah makalah di majalah General Practitioner yang menyebutkan bahwa dia melakukan operasi ringan untuk melebarkan kulup wanita pada 40 orang wanita, baik dewasa maupun anak-anak, karena besarnya kulup mereka dan menempel dengan klitoris. Operasi ringan ini bertujuan agar klitoris terbuka dengan cara menyingkirkan kulup tanpa menghabiskannya. Dr. McDonald menyebutkan bahwa dirinya dibanjiri ucapan terima kasih oleh wanita-wanita dewasa tersebut setelah operasi. Sebab, menurut mereka, mereka bisa merasakan kepuasan dalam hubungan biologis pertama kali dalam kehidupannya.

Seorang dokter ahli operasi kecantikan di New York ditanya tentang cara mengurangi kulup klitoris dan apakah hal itu operasi yang aman. Dia menjawab, caranya adalah menghilangkan kulit yang menutupi klitoris. Kulit ini terdapat di atas klitoris, menyerupai bentuk huruf V yang terbalik. Terkadang kulit ini kecil/sempit, ada pula yang panjang hingga menutupi klitoris. Akibatnya, kepekaan pada wilayah ini berkurang sehingga mengurangi kepuasan seksual. Sesungguhnya memotong kulit ini berarti mengurangi penutup klitoris. David Haldane pernah melakukan wawancara—yang kemudian diterbitkan di majalah Forum UK di Inggris—dengan beberapa ahli spesialis yang melakukan penelitian tentang pemotongan kulup pada vagina. Di antara hasil wawancara tersebut sebagaimana berikut ini.

David Haldane melakukan wawancara dengan dr. Irene Anderson, yang menjadi sangat bersemangat dalam hal ini setelah mencobanya secara pribadi. Operasi ini dilakukan terhadapnya pada 1991 sebagai pengobatan atas kelemahan seksualnya. Ia mendapatkan hasil yang luar biasa sebagaimana penuturannya. Ia kemudian mempraktikkannya pada sekitar seratus orang wanita dengan kasus yang sama (kelemahan seksual). Semua menyatakan puas dengan hasilnya, kecuali tiga orang saja. (Khitanul Inats) Sungguh benar sabda Rasul Shallallahu ‘alaihi wasallam kepada para pengkhitan wanita saat itu,

إِذَا خَفَضْتِ فَأَشِمِّي وَلاَ تَنْهَكِي، فَإِنَّهُ أَسْرَى لِلْوَجْهِ وَأَحْظَى لِلزَّوْجِ

“Apabila engkau mengkhitan, potonglah sedikit saja dan jangan engkau habiskan. Hal itu lebih mencerahkan wajah dan lebih menguntungkan suami.” (HR. ath-Thabarani, dll. Lihat ash- Shahihah no. 722)

Sungguh, hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam ini termasuk mukjizat yang nyata. Selaku seorang muslim, kita jelas meyakininya. Ringkas kata, orang-orang kafir pun mengakui kebenarannya. Selanjutnya kami merasa perlu menerangkan langkah-langkah pelaksanaan khitan wanita karena informasi tentang hal ini sangat minim di masyarakat kita, bahkan bisa dikatakan hampir tidak ada penjelasan yang mendetail. Yang ada hanya bersifatnya global, padahal informasi ini sangat urgen. Sebetulnya, rasanya tabu untuk menjelaskan di forum umum semacam ini. Namun, ini adalah syariat yang harus diketahui dengan benar, dan “Sesungguhnya Allah tidak malu dari kebenaran.” Kami menyadari bahwa kekurangan informasi dalam hal ini bisa berefek negatif yang luar biasa:

1. Anggapan yang negatif tehadap syariat Islam.

2. Bagi yang sudah menerima Islam dan ajarannya, lalu ingin mempraktikkannya, bisa jadi salah praktik (malapraktik), akhirnya sunnah ini tidak terlaksana dengan benar. Bahkan, bisa jadi terjerumus ke dalam praktik khitan firauni yang kita sebut di atas sehingga terjadilah kezaliman terhadap wanita yang bersangkutan, dan mungkin kepada orang lain.

Maka dari itu, sebelumnya kami mohon maaf. Kami hanya ingin menjelaskan langkah-langkah khitan. Jika ada kata-kata yang kurang berkenan, harap dimaklumi.

Tata Cara Pelaksanaan Khitan Wanita

1. Siapkan kejiwaan anak yang hendak dikhitan. Hilangkan rasa takut dari dirinya. Bekali orang tuanya dengan menjelaskan hukumnya dengan bahasa yang sederhana dan menyenangkan.

2. Sterilkan alat-alat dan sterilkan pula daerah yang hendak dikhitan.

3 . Gerakkan atau tarik qulfah (prepuce) ke belakang hingga terpisah atau tidak lekat lagi dengan ujung klitoris, hingga tampak pangkal atas prepuce yang bersambung dengan klitoris. Hal ini akan mempermudah pemotongan kulit bagian luar sekaligus bagian dalam prepuce tersebut tanpa melukai sedikit pun klitorisnya sehingga prepuce tidak tumbuh kembali. Apabila prepuce dan klitoris sulit dipisahkan, hendaknya khitan ditunda sampai hal itu mudah dilakukan.

4. Lakukan bius lokal pada lokasi— meski dalam hal ini ada perbedaan pendapat ulama—dan tunggu sampai bius itu benar-benar bekerja.

5. Qulfah ( prepuce) ditarik ke atas dari ujungnya menggunakan jepit bedah untuk dijauhkan dari klitoris. Perlu diperhatikan, penarikan tersebut diusahakan mencakup kulit luar dan kulit dalam prepuce, lalu dicapit dengan jepit arterial. Perlu diperhatikan juga, jangan sampai klitoris ikut tercapit. Setelah itu, potong kulit yang berada di atas pencapit dengan gunting bengkok, lalu biarkan tetap dicapit sekitar 5—10 menit untuk menghindari pendarahan, baru setelah itu dilepas. Jika terjadi pendarahan setelah itu, bisa dicapit lagi, atau bisa dijahit dengan senar 0/2 dengan syarat tidak bertemu dan menempel lagi antara dua sisi prepuce yang telah terpotong. Tutuplah luka dengan kasa steril dan diperban. Perban bisa dibuang setelah empat jam. Apabila terjadi pendarahan di rumah, tahan lagi dengan kapas dan konsultasikan ke dokter. Hari – hari berikutnya , jaga kebersihannya dengan air garam atau semacamnya. Sangat perlu diperhatikan, jangan sampai dua sisi prepuce yang telah terpotong bertemu lagi atau menyambung, atau bersambung dan menempel dengan klitoris. Semoga bermanfaat, walhamdulillah awwalan wa akhiran.


Bissmillah Thibbun Nabawi Madu Dan Herbal Klik ini
Baca SelengkapnyaHukum Khitan bagi Wanita

Mengapa Islam Memperingatkan Umatnya Dari Bid'ah



Bismillah,
Oleh : Al-Ustadz Luqman Ba’abduh



Berikut ini beberapa hal yang menyebabkan Islam sangat memperingatkan umatnya dari bid’ah:

1. Bid’ah merupakan penyebab terjadinya perpecahan umat

Tidaklah perpecahan dan perselisihan yang terjadi di umat ini melainkan disebabkan oleh kebid’ahan yang tersebar di tengah-tengah umat Islam. Allah berfirman,

وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ.

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (Al-An’am: 153)

Menurut sebagian salaf, di antaranya Mujahid bin Jabr rahimahullah, bahwa makna as-subul (jalan-jalan yang lain) adalah bid’ah dan syubuhat. Sehingga maksud firman Allah “dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain)” adalah janganlah kalian mengikuti kebid’ahan dan berbagai syubuhat.

2. Bid’ah adalah penyebab tertolaknya amalan

Hal ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو ردّ.

“Barangsiapa yang mengada-adakan (kebid’ahan) dalam urusan(agama) kami yang sebenarnya bukan bagian dari agama kami tersebut, maka ia akan tertolak.” (Muttafaqun ‘alaihi, dari shahabat Aisyah radhiyallahu ‘anha)

Dalam riwayat Muslim dengan lafazh,

من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو ردّ.

“Barangsiapa beramal dengan suatu amalan yang bukan bagian dari urusan agama kami, maka amalan tersebut akan tertolak.” (HR. Muslim)

3. Semua bentuk kebid’ahan adalah sesat

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

وإياكم ومحدثات الأمور فإن كل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة.

“Dan hati-hatilah kalian dari perkara baru yang diada-adakan dalam agama ini, karena sesungguhnya semua perkara baru yang diada-adakan dalam agama ini adalah bid’ah, dan semua bid’ah adalah sesat.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan lainnya dari shahabat Al-Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu)

4. Pelaku bid’ah tidak diterima taubatnya , berbeda dengan pelaku maksiat yang lain, sehingga bid’ah pun lebih disukai iblis daripada maksiat

Yakni sangat sulit bagi pelaku bid’ah untuk bertaubat dari kebid’ahannya, berbeda dengan pelaku maksiat. Al-Imam Sufyan Ats-Tsauri mengatakan, “Bid’ah itu lebih disukai Iblis daripada maksiat, karena bid’ah itu tidak akan diampuni, adapun maksiat akan diampuni.”

Di antara dalil yang menunjukkan bahwa bid’ah tidak akan diampuni adalah firman Allah ta’ala,

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا . الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا.

Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepada kalian tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (Al-Kahfi: 103-104)

Bagaimana pelaku bid’ah akan bertaubat sementara ia meyakini bahwa kebid’ahan yang ia perbuat itu merupakan kebaikan?

5. Pelaku bid’ah, pada hakekatnya telah menuduh bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah khianat dalam menyampaikan risalah, ada beberapa risalah (ajaran) yang belum beliau sampaikan kepada umatnya.

Sungguh beliau telah sempurna dalam mengemban amanah risalah ini. Tidak ada satu kebaikan pun kecuali telah beliau ajarkan kepada umatnya, dan tidak ada satu kejelekan pun kecuali telah beliau peringatkan agar umatnya menjauhinya.

Barangsiapa yang berkata, beramal, atau berkeyakinan dengan sesuatu yang tidak diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, sementara ia menganggapnya suatu kebaikan, maka sungguh ia telah menuduh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak amanah dalam menyampaikan risalah ini.

Wallahu a’lam bish shawab.

(Diambil secara ringkas dari catatan pelajaran Ushulus sunnah Al-Imam Ahmad bin Hanbal di Ma’had As-Salafy Jember, disampaikan oleh Al-Ustadz Luqman Ba’abduh).

http://kajiancileungsi.wordpress.com/2013/04/07/mengapa-islam-memperingatkan-umatnya-dari-bidah/#more-1002


Bissmillah Thibbun Nabawi Madu Dan Herbal Klik ini
Baca SelengkapnyaMengapa Islam Memperingatkan Umatnya Dari Bid'ah

Meluruskan Aqidah Persiapan Menegakkan Hukum Allah



Bismillah,
(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman)

Sungguh Allah telah membuka peluang seluas-luasnya bagi setiap hamba untuk meraih yang terbaik dalam hidupnya. Allah juga menuangkan kasih sayang kepada mereka melebihi kasih sayang mereka terhadap diri mereka sendiri. Hal ini sebagaimana ucapan Nabi kepada seorang sahabat:

فَاللهُ أَرْحَمُ بِكَ مِنْكَ بِهِ وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ

“Allah lebih sayang kepada dirimu daripada sayangmu kepada dia (anakmu) dan Dia adalah Dzat yang paling penyayang di antara para penyayang.” (Shahih al-Adabil Mufrad no. 290)
Tidak ada hal sekecil apa pun yang akan membuahkan kebahagiaan melainkan Allah telah melimpahkannya kepada hamba-hamba-Nya. Yang menjadi pertanyaan, berapakah jumlah hamba-Nya yang mengetahui bahwa Allah l menyayanginya? Pertanyaan selanjutnya, berapa jumlah hamba-Nya yang berusaha meraih kasih sayang tersebut?
“Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu.” (al-A’raf: 156)
As-Sa’di mengatakan, “Rahmat Allah mencakup segala yang di atas dan di bawah, pelaku kebaikan dan pelaku maksiat, mukmin dan kafir. Tidak ada satu makhluk pun melainkan rahmat Allah sampai kepadanya, demikian pula karunia serta kebaikan-Nya meliputi mereka. Namun, kasih sayang yang bersifat menyeluruh, yang melahirkan kebahagiaan dunia dan akhirat, tidak akan diberikan kepada seorang pun (melainkan orang-orang yang diridhai-Nya). Oleh karena itu, Allah l berfirman:
“Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat kami. (Yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, Nabi n yang ummi.” (al-A’raf: 156—157)

Kasih Sayang yang Tidak Terhingga
Bagi orang yang beriman, tidak ada yang terbetik dalam benak, terlintas dalam sanubari, tergambar dalam ingatan, ataupun terbayang di pelupuk mata, selain bahwa hidup di dunia ini akan berakhir dan ia pasti akan menghadap Dzat yang Mahakuasa. Allah telah mempersiapkan seratus rahmat. Satu di antaranya telah diturunkan ke dunia dan yang 99 disimpan di akhirat bagi orang yang beriman.
Salah satu bentuk kasih sayang Allah di dunia, Dia mengutus para nabi dan rasul kepada mereka, menurunkan kitab-kitab kepada mereka, dan menurunkan agama untuk mereka anut. Namun, sangat sedikit dari mereka yang mau menyambut kasih sayang ini. Justru yang terjadi adalah sebaliknya, yang ingkar dan kufur lebih banyak daripada yang beriman.
“Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih.” (Saba: 13)
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.” (al-An’am: 116)
Mengingat hal ini, dengan gembira dan lapang dada, orang-orang yang beriman akan menyambut segala seruan para rasul yang diutus kepada mereka dan mengaplikasikan segala bimbingan di dalam kitab tersebut dan berjalan dalam aturan agama yang dianutnya. Satu rahmat di dunia ini mereka jadikan jembatan untuk mendapatkan 99 rahmat yang dipersiapkan di akhirat kelak.

Islam, Sebuah Rahmat dan Aturan yang Kokoh
Pernahkah Anda melihat bangunan yang kokoh dan megah? Anda mungkin akan menjawab, “Ya.” Lalu, apakah komentar Anda? Mungkin Anda tidak berkomentar selain mengungkapkan rasa heran, “Betapa megah dan indahnya banguan ini.” Keheranan semata tidak akan membuahkan pengetahuan bahwa bangunan yang kokoh dan megah ini memiliki syarat-syaratnya. Oleh karena itu, mari kita menyadari bahwa bangunan yang kokoh dan megah ini pasti berdiri di atas fondasi yang kuat dan andal. Jika bangunan tersebut mengandung manipulasi keindahan dan terlihat kokoh tetapi tidak di atas fondasi yang kuat, niscaya tidak akan berumur panjang. Bangunan itu niscaya tidak akan bertahan lama, dia akan segera hancur dan runtuh.
Islam sebagai agama rahmat dan aturan yang kokoh merupakan fondasi hidup menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Islam adalah sebuah bangunan yang indah dan sempurna. Di samping itu, Islam juga menyempurnakan agama-agama sebelumnya. Kekokohan bangunan Islam berdiri di atas lima fondasi yang kuat, dan masing-masingnya menjadi penopang yang lain. Rasulullah n telah bersabda:

بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ؛ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، وَإِقَامِ الصَّلَاةِ، وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ، وَالْحَجِّ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ

“Islam dibangun di atas lima fondasi, yaitu (1) persaksian bahwa tidak ada sesembahan yang benar selain Allah dan Muhammad adalah rasul Allah, (2) mendirikan shalat, (3) menunaikan zakat, (4) berhaji, dan (5) puasa pada bulan Ramadhan.” (Muttafaqun ‘alaih dari sahabat Abdullah bin Umar)
Ibnu Rajab al-Hanbali t menegaskan, “Yang dimaksud oleh hadits ini adalah bahwa Islam dibangun di atas lima landasan. Kelimanya bagaikan fondasi dan pilar-pilar sebuah bangunan. Maksud perumpamaan ini, bangunan tidak akan berdiri kokoh (tanpa lima dasar tersebut), sedangkan bagian-bagian agama yang lain adalah penyempurna bangunan ini. Jika (bagian-bagian agama) kurang maka akan mengakibatkan kekurangan pada bangunan itu, tetapi bangunan tetap berdiri. Berbeda keadaannya jika fondasi yang lima ini tidak ada, Islam akan hilang tanpa diragukan lagi.” (Jami’ Ulumul al-Hikam hlm. 62)
Akidah adalah Asas Fondasi Islam
Allah telah mengutus para rasul membawa misi yang sama, yaitu mengajak mereka untuk beribadah kepada Allah semata dan meninggalkan segala bentuk peribadatan kepada selain Allah l. Hal ini telah ditegaskan oleh Allah di dalam firman-Nya:
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu.” Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (an-Nahl: 36)
Kesamaan misi para rasul ini sesungguhnya adalah pemberitahuan umum dari Allah kepada seluruh hamba bahwa:
- Kehancuran hidup dan kebinasaannya akan terselesaikan dengan pemurnian tauhidkepada Allah.
- Kehinaan dan kerendahan akan hilang dengan dibersihkannya tampilan lahiriah dan keadaan batiniah oleh akidah.
- Kerusakan dalam segala bidang dan aspek, politik, perekonomian, aturan kenegaraan antara pemimpin dan rakyat, akan terselesaikan dengan landasan akidah yang kokoh.
- Kesiapan untuk menerima segala beban syariat dan menerima segala hukum-hukum Allah dan Rasul-Nya harus dimulai dari pembenahan akidah.
- Landasan hidup menuju kebahagiaan yang hakiki di dunia dan di akhirat adalah akidah yang benar.
Pembaca yang budiman, Allah mengutus rasul pertama kali ke muka bumi ini, Nabi Nuh q membawa mandat untuk memurnikan akidah yang telah rusak. Allah berfirman:

Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan memerintahkan), “Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya azab yang pedih.” Nuh berkata, “Hai kaumku, sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan kepada kamu, (yaitu) sembahlah olehmu Allah, bertakwalah kepada-Nya dan taatlah kepadaku.” (Nuh: 1—3)

Tugas besar yang diemban oleh Nabi Nuh mendapatkan tantangan yang keras dari kaumnya. Bahkan, kaumnya sempat mengatakan kepada beliau, “Sesungguhnya kami melihat engkau berada dalam kesesatan yang nyata.”
Tidak ada seorang rasul pun yang diutus oleh Allah kepada suatu kaum melainkan dalam keadaan rusaknya semua lini kehidupan mereka. Allah Maha Mengetahui obat kerusakan tersebut sehingga setiap rasul yang Dia utus diperintahkan untuk memulai dakwahnya dengan memurnikan tauhid kepada Allah. Tugas yang diemban oleh Nabi Nuh ditutup oleh Nabi kita, Muhammad,yang diutus kepada kaum yang juga ingkar dan kufur kepada Allah.

Akibat Kerusakan Akidah
Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah mengatakan, “Penyimpangan dari akidah yang benar adalah kebinasaan dan kehancuran karena akidah yang benar adalah pendorong yang kuat untuk melakukan amal yang bermanfaat. Jika seseorang tidak berada di atas akidah yang benar, niscaya dia akan menjadi penampung segala waham dan keraguan. Bisa jadi, keraguan itu menguasai hidupnya sehingga menjadikan kehidupannya sempit. Dia lalu berusaha melepaskan diri dari kesempitan hidup itu dengan bunuh diri, sebagaimana yang terjadi pada beberapa orang yang tidak mendapatkan hidayah berupa akidah yang benar. Jika sebuah masyarakat tidak melandasi hidup mereka dengan akidah yang benar, niscaya akan terwujud kehidupan yang layaknya binatang. Akan hilang manfaat segala hal yang menunjang terwujudnya kehidupan yang bahagia. Kemampuan material yang mereka miliki justru akan menggiring mereka menuju kebinasaan. Hal ini bisa disaksikan di negeri-negeri kafir.
Kekuatan materi harus ditopang oleh bimbingan dan arahan sehingga bisa mewujudkan kehidupan yang istimewa dan bermanfaat. Tidak ada yang bisa memandu ke arah ini selain akidah yang benar.Allah berfirman:

“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (al-Mu’minun: 51)

Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Dawud karunia dari Kami. (Kami berfirman), “Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Dawud”, dan Kami telah melunakkan besi untuknya, (yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya, dan kerjakanlah amalan yang saleh. Sesungguhnya Aku melihat apa yang kamu kerjakan. Dan Kami (tundukkan) angin bagi Sulaiman, yang perjalanannya di waktu pagi sama dengan perjalanan sebulan dan perjalanannya di waktu sore sama dengan perjalanan sebulan (pula), serta Kami alirkan cairan tembaga baginya. Dan sebagian dari jin ada yang bekerja di hadapannya (di bawah kekuasaannya) dengan izin Rabbnya. Dan siapa yang menyimpang di antara mereka dari perintah Kami, Kami rasakan kepadanya azab neraka yang apinya menyala-nyala. Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi, patung-patung, dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah, hai keluarga Dawud untuk bersyukur (kepada Allah l), dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih.” (Saba: 10—13)

Maka dari itu, kekuatan akidah wajib ada sebagai penopang kekuatan materi. Jika kekuatan materi terlepas darinya maka ia menjadi perantara menuju kehancuran dan kebinasaan sebagaimana yang bisa disaksikan di negara-negara kafir yang memiliki kekuatan materi namun tidak memiliki akidah yang benar.” (Aqidah at-Tauhid hlm. 13)

Periode Makkah
Sebelum Nabi kita diutus oleh Allah, sungguh kita mengetahui bagaimana kehidupan orang-orang jahiliah. Kerusakan menimpa mereka pada segala sisi sehingga kehormatan, darah, dan harta benda tidak memiliki harga sedikitpun. Islam memberikan perhatian yang sangat besar terhadap hal-hal tersebut. Dalam keadaan kerusakan pada segala sisi inilah Allah l memilih Rasul-Nya sebagai utusan-Nya kepada mereka. Dari manakah Allah memerintahkan beliau untuk memulai? Allah l menjelaskannya di dalam firman-Nya:

“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan) selain Allah.” (Muhammad: 19)

“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” (al-Hijr: 94)

Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda:

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ وَيُقِيْمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّ الْإِسْلَامِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ

“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mempersaksikan bahwa tidak ada sesembahan yang benar melainkan Allah dan Muhammad adalah rasul Allah. Mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan bila mereka melakukan semuanya, niscaya mereka telah memelihara darah dan harta mereka kecuali dengan hak Islam dan hisab mereka di sisi Allah.” (HR. al-Bukhari dari Ibnu Umar)

Al-Imam Ahmad dan al-Baihaqi meriwayatkan dari Rabi’ah bin ‘Abbad ad-Daili, yang mengalami masa jahiliah lalu masuk Islam. Ia berkata, “Pada masa jahiliah, saya melihat Rasulullah n di pasar Dzil Majaz mengatakan:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ قُولُوا: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ؛ تُفْلِحُوا

“Wahai sekalian manusia, ucapkanlah kalimat La ilaha illallah niscaya kalian akan beruntung.” (Lihat Shahih Sirah an-Nabawiyah karya asy-Syaikh al-Albani hlm. 142)

Tapak tilas dakwah Rasulullah di kota Makkah benar-benar menjadi bukti sejarah Islam masa bahwa problema hidup dengan segala kerusakan dan kehancurannya bisa diselesaikan oleh akidah dan tauhid. Dari sini kita mengetahui bahwa jika sebuah bangunan berdiri tanpa fondasi yang kokoh, pasti akan hancur. Demikian juga, apabila kehidupan ini tidak dilandasi oleh akidah yang benar, niscaya akan binasa. Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan hafizhahullah berkata, “Akidah yang benar adalah asas berdirinya agama. Dengannya pula amalan akan diterima, sebagaimana firman Allah:

“Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabbnya.” (al-Kahfi: 110)

Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, “Jika kamu mempersekutukan (Allah) niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (az-Zumar: 65)

“Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah -lah agama yang bersih (dari syirik).” (az-Zumar: 2—3)

Ayat-ayat ini dan yang semakna dengannya—yang banyak jumlahnya—menunjukkan bahwa semua amalan akan diterima apabila bersih dari kesyirikan.Dari sinilah perhatian pertama kali para rasul adalah memperbaiki akidah. Yang pertama kali mereka serukan kepada kaumnya adalah beribadah kepada Allah l semata dan meninggalkan segala bentuk penyembahan kepada selain-Nya, sebagaimana firman Allah:

“Sungguh kami telah mengutus pada setiap umat seorang rasul (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah l dan jauhilah oleh kalian thaghut itu’.” (an-Nahl: 36) (Lihat Aqidah at-Tauhid hlm. 9)

Periode Madinah
Tiga belas tahun Rasulullah berdakwah di kota Makkah mengembalikan ajaran bapak tauhid, Ibrahim,yang sudah hilang. Beliau mengibarkan bendera tauhid dan meruntuhkan tahta berhalaisme dalam kalbu sebelum menghancurkan wujudnya. Beliau n juga membangun fondasi kehidupan yang kokoh di atas akidah yang suci dan mengembalikan fitrah yang sudah rusak karena ajaran Amr bin Lu’ai al-Khuza’i. Meskipun beliau n menghadapi tantangan yang sangat dahsyat, namun satu orang demi satu orang, bahkan satu keluarga, membesarkan jiwa para pengikut agama dalam keasingannya.
Allah lalu memerintahkan mereka melakukan hijrah. Negeri yang dipilihkan oleh Allah sebagai tempat bernaung dan mengatur strategi adalah kota Madinah yang dulunya bernama Yatsrib. Dalam perjalanan berjalan kaki menuju negeri yang jauh ini, kaum kafir Quraisy tidak berhenti berupaya membendung dakwah Nabi.Mereka berusaha memadamkannya dengan cara menangkap beliau baik dalam kondisi masih hidup maupun mati. Namun, makar jahat mereka ada yang mengawasinya. Mereka tidak bisa mengelak dari kehendak Allah.Allah pun menimpakan kegagalan kepada mereka.
Sesampainya di Yatsrib, hidup baru mulai dijalani. Strategi hidup mulai dirancang dan bendera tauhid semakin berkibar. Fondasi hidup pun tersusun dengan rapi dan kokoh. Para pembela dan penolong agama berdiri tegak. Kesucian lahiriah dan batiniah menghiasi diri mereka, yang dipimpin oleh Rasulullah.Negara Islam pun berdiri.Hukum-hukum Allah dijalankan dengan penuh ketundukan, didasari oleh:
1. Keberhasilan dakwah Nabi Muhammad yang dimulai dari pemurnian akidah.
2. Kebersihan hidup lahiriah dan batiniah, disertai kebagusan hubungan mereka dengan Allah.
3. Kesiapan yang sangat mendukung dari pemimpin dan rakyatnya yang semuanya berada pada jalan yang diridhai oleh Allah.
4. Ilmu agama yang murni.
Di kota inilah semua ajaran Islam disempurnakan oleh Allah. Dengan kesempurnaannya,sempurnalah pula tugas Rasulullah sebagai utusan yang telah memperbarui tatanan kehidupan. Allah menjadikan umatnya sebagai umat yang paling mulia dibandingkan dengan umat-umat sebelumnya. Generasi yang hidup bersama beliau pun menjadi generasi terbaik.
Dari pembahasan yang singkat ini, kita menyimpulkan bahwa tidaklah sebuah Negara Islam akan berdiri melainkan harus berlandaskan akidah yang benar.Tidak akan tegak hukum-hukum Allah di muka bumi melainkan dengan memurnikan tauhid kepada Allah. Dengan misi yang sama inilah Allah mengutus para rasul-Nya dan menurunkan kitab-kitab-Nya. Wallahu a’lam.

sumber http://www.asysyariah.com/
http://kajiancileungsi.wordpress.com/2013/03/21/meluruskan-aqidah-persiapan-menegakkan-hukum-allah/#more-877


Bissmillah Thibbun Nabawi Madu Dan Herbal Klik ini
Baca SelengkapnyaMeluruskan Aqidah Persiapan Menegakkan Hukum Allah

Kedudukan kitab “fadha’il al-a’mal”, kitab rujukan utama jama’ah tabligh

Kedudukan kitab “fadha’il al-a’mal”, kitab rujukan utama jama’ah tabligh
Lajnah Daimah ditanya: Syaikh Muhammad Zakaria rahimahullah termasuk ulama yang paling masyhur di India dan Pakistan,khususnya dilingkungan jama’ah tabligh.Dia memiliki beberapa tulisan,diantaranya kitab “fadha’il al-a’mal”,dimana kitab ini dibanyakan dihalaqah-halaqah yang membahas agama dikalangan jama’ah tabligh.para anggota jama’ah ini meyakini kitab ini seperti “shahih bukhari”,dan yang semisalnya,dan dahulu akupun bersama mereka.Disaat sedang membaca kitab ini, aku mendapati banyak kisah-kisah yang diriwayatkan, yang terkadang sulit difahami dan meyakininya.Oleh karena itu,aku mengirim kepada lembaga kalian agar dapat memberi jalan keluar dari permasalahanku ini.
Diantara kisah ini adalah kisah yang diriwayatkan oleh Sayyid Ahmad Rifa’I,dimana dia berkata: tatkala dia selesai menunaikan ibadah haji, diapun mengunjungi kuburan Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam sambil melantunkan bait-bait syair berikut dan berdiri di depan kuburan Nabi Shallallahu alaihi wasallam sambil berkata:
Dikejauhan aku melepaskan ruhku
Bumipun menerimanya dan dia menjadi penggantiku
Inilah negeri orang-orang yang telah hadir
julurkanlah tanganmu agar bibirku mendapat bagian darinya
Setelah membaca bait-bait ini,keluarlah tangan kanan Rasul Shallallahu alaihi wasallam, lalu akupun menciumnya. (Al-Hawi,As-Suyuthi).
Dan dia menyebutkan bahwa ada Sembilan puluh ribu muslim yang telah melihat kejadian besar ini,dan mereka dimuliakan dengan mengunjungi tangan yang memiliki berkah itu.Diantara mereka adalah Syaikh Abdul Qadir Jaelani rahimahullah.Yang waktu itu berada di masjid nabawi yang mulia adalah bangunan yang inggi.Maka berkenaan dengan kisah ini,aku ingin bertanya kepada kalian:
1. Apakah kisah ini memiliki asal,atau tidak ada hakekatnya?
2. Apa menurut kalian tentang kitab “Al-Hawi” karya As-Suyuthi,dimana dia menetapkan adanya kisah ini?
3. Jika kisah ini tidak benar, apakah boleh shalat dibelakang imam yang meriwayatkan kisah ini dan meyakini kebenarannya? Apakah sah keimamahannya atau tidak?
4. Apakah boleh membaca kitab-kitab seperti ini dihalaqah-halaqah agama di masjid-masjid? Dimana kitab ini dibacakan dimasjid-masjid di Britania oleh kaum jama’ah tabligh ,dan juga sangat masyhur di kerajaan Arab Saudi,khususnya di Madinah Munawwarah,dimana penulis kitab ini hidup lama di Madinah Munawwarah.Saya berharap kepada para Syaikh yang mulia agar memberi faedah kepada kami dengan jawaban yang cukup dan terperinci,agar saya dapat menerjemahkannya kedalam bahasa negeri setempat lalu menyebarkanya kepada para sahabat dan temanku,dan kaum muslimin lainnya yang saya berbincang dengannya dalam pembahasan ini?
Lajnah menjawab:
“ini adalah kisah yang batil yang tidak ada landasan kebenarannya sama sekali,sebab asal hukum orang yang telah mati apakah dia seorang nabi atau bukan bahwa dia sudah tidak bergerak dalam kuburannya,apakah dengan menjulurkan tangannya atau yang lainnya.Adapun yang disebutkan bahwa Nabi Shallallahu alaihi wasallam mengeluarkan tangannya kepada Rifa’I atau yang lainnya,tidaklah benar. Bahkan ini merupakan khayalan yang tidak ada landasan kebenarannya, dan tidak boleh membenarkannya.Nabi Shallallahu alaihi wasallam tidak pernah menjulurkan tangannya kepada Abu Bakar,Umar ,tidak pula selain keduanya dari kalangan para sahabat,terlebih lagi selain mereka.Jangan pula tertipu dengan penyebutan Suyuthi terhadap kisah ini dalam kitabnya (Al-Hawi) , sebab Suyuthi dalam tulisan-tulisannya seperti yang disebutkan para ulama: hathibul lail (pencari kayu bakar dimalam hari)1 , dia menyebut yang kurus dan yang gemuk (tidak memperhatikan kebenaran apa yang dinukilnya,pen), dan tidak diperbolehkan shalat dibelakang orang yang meyakini kebenaran kisah ini sebab dia meyakini perkara-perkara khurafat ini dan ada kerusakan dalam akidahnya, dan tidak boleh pula membacakan kepada manusia kitab “fadha’il al-a’mal” dan yang lainnya dari kitab yang mengandung berbagai khurafat dan cerita-cerita palsu di masjid-masjid atau yang lainnya,sebab yang demikian menyebabkan tersesatnya manusia dan tersebarnya perkara khurafat dikalangan diantara mereka.
Kami memohon kepada Allah Azza wajalla agar memberi taufik kepad kaum muslimin untuk mengenal kebenaran dan mengamalkannya. Sesungguhnya Dia maha mendengan dan maha mengabulkan. Shalawat dan Salam tercurah kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu alaihi wasallam ,keluarga dan para sahabatnya.
Lajnah Daimah untuk pembahasan ilmiah dan fatwa
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah Alus Syaikh
Anggota: · Abdullah Ghudayyan, · Saleh Al-Fauzan, Bakr Abu Zaid,
(lajnah Daimah fatwa No:21412)
Sumber: http://www.sahab.net/forums/showthread.php?t=358796
(Sumber : http://www.salafybpp.com/index.php?option=com_content&view=article&id=69:kedudukan-kitab-qfadhail-al-amalq-kitab-rujukan-jamaah-tabligh&catid=31:nasehat-a-bantahan&Itemid=46)

Bissmillah Thibbun Nabawi Madu Dan Herbal Klik ini
Baca SelengkapnyaKedudukan kitab “fadha’il al-a’mal”, kitab rujukan utama jama’ah tabligh

Orang-Orang yang Merugi



Orang-Orang yang Merugi


Orang-orang merugi adalah yang tertipu dengan amalan "baik" mereka sendiri. Yakni, amalan tersebut dikiranya baik dan bermanfaat, padahal justru sia-sia atau bahkan mendatangkan mafsadat..

Ada hikmah dari 2 ayat ini :


قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُم بِٱلْأَخْسَرِينَ أَعْمَٰلًا * ٱلَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُ مْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا

"Katakanlah : "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya." [Q.S. Al-Kahfi: 103-104].

Diriwayatkan bahwa ayat ini berkenaan dengan Yahudi dan Nashara. Ali bin Abi Thalib mengatakan : "Untuk Khawarij, Ahlu Harura". Ibnu Abbas mengatakan : "Untuk Orang2 kafir Makkah". Lainnya mengatakan : "Untuk para rahib dan para penghuni sinagog". Untuk siapapun ayat ini, yang jelas, ibrah dan pelajarannya adalah untuk kita semua..

Benar. Sungguh ruginya jika letih-letih kita berbuat dan menganggapnya baik, namun ternyata kita tidak sadar sebelumnya bahwa perbuatan tersebut mendatangkan balak.

Berkali-kali kita mengatakan bahwa amalan (ibadah) tanpa tuntunan shahih takkan diterima. Itu benar. Sebagaimana banyak manusia [muslim] beramal tanpa petunjuk pasti. Sesuatu yang tiada petunjuknya, kemudian di-hasan-kan karena sesuai dengan selera, sesuai adat, tradisi, dan teramini oleh hati masyarakat..

Lalu.. Bersama-sama mereka menganggap itu semua adalah perbuatan baik dan menganggap diterima oleh Yang Maha Baik..

Namun, ternyata Rasul sudah isyaratkan bahwa :

من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد

"Barangsiapa mengada-adakan sesuatu dalam perkara kami ini [perkara agama] yang tidak ada [dasarnya] darinya, maka ia tertolak" [H.R. Bukhari]


Bissmillah Thibbun Nabawi Madu Dan Herbal Klik ini
Baca SelengkapnyaOrang-Orang yang Merugi

Kategori Hukum Tahlilan (Selamatan Kematian)



Kategori Hukum Tahlilan (Selamatan Kematian)


"Mas kenapa sih tetep mempertahankan tahlilan ??"

"Tahlilan itu bagus lho, selain isinya adalah dzikir, tahlil, Al Fatihah, dan bacaan dari Qur'an lainnya, juga sangat bermanfaat bagi orang tua dan nenek moyang kita kita yang telah wafat, karena ada banyak pahala yang bisa kita kirimkan pada mereka.."

"Haa ?? Pahala dikirimkan ?? Bukankah kata Imam Syafi'i pahala yang dikirim tidak sampai pada mayit ?? Dan lagi, Imam Syafi'i juga membenci berkumpul dan makan2 di rumah ahli mayit ??"

"Halaaah.. Yang penting kan Imam Syafi'i tidak mengharamkannya, beliau cuma "mengHUKUMi" makruh (dibenci), jadi gak apa-apa.."

"Ooo.. Mas ini bukan pengikut Imam Syafi'i ya ??"

"Eitt, jangan salah, saya ini pecinta dan pengikut sejati Imam Syafi'i !!"

"Hhmm.. Gak aneh nih mas ; Ngaku pengikut Imam Syafi'i, tapi justru melakukan amalan yang tidak pernah dilakukan Imam Syafi'i ?? Ngaku cinta Imam Syafi'i, tapi justru melakukan amalan yang DIBENCI Imam Syafi'i ??"

"Mmm.. Engg.."

____________


Bicara tentang hukum dalam ibadah, adalah sebuah topik yang sangat "berat dan serius". Namun kali ini akan kita coba mengajak untuk "menganalisanya" dengan ringan dan sederhana, hingga saudara kita yang awwam sekalipun bisa ikut menelaahnya.. InsyaAllaah.

Termasuk dalam kategori hukum yang mana sih Tahlilan [selamatan Kematian] itu ??

Anak yang masih SD / SMP aja pasti hafal tentang kategori hukum dalam Islam.. Berikut adalah bbrp kategori hukum secara umum :
1. Wajib : Apabila dikerjakan berpahala, ditinggalkan berdosa.

2. Sunnah/Mandub : Apabila dikerjakan berpahala, ditinggalkan tidak apa-apa.

3. Mubah : Tidak bernilai, dikerjakan atau tidak dikerjakan sama saja, tidak mempunyai nilai.

4. Makruh : Dibenci, apabila dikerjakan dibenci, apabila ditinggalkan berpahala.

5. Haram : Dikerjakan berdosa, ditinggalkan berpahala.

Nah.. Sekarang pertanyaan :

1. Apakah Tahlilan [Selamatan Kematian] termasuk ibadah ??

2. Jika tahlilan adalah ibadah.. Maka termasuk dalam hukum yang mana Tahlilan tersebut ??


Maka jawabannya adalah :

1. Karena didalamnya ada pembacaan do’a, baca Yasin, baca sholawat, baca Al Fatihah, maka ia termasuk ibadah..

Padahal.. Hukum asal ibadah adalah “haram” dan “terlarang”.

Kalau Allah dan Rasulullah tidak memerintahkan tahlilan / selamatan kematian, maka siapa yang memerintahkan ?? Apakah yang memerintahkan itu lebih hebat daripada Allah dan Rasulullah ??


2. Jika tahlilan hukumnya adalah “wajib”, maka bila dikerjakan berpahala, bila tidak dikerjakan maka berdosa. Berarti.. Bagi negara lain, atau umat Islam lainnya diseluruh dunia, terhukumi berdosa semua karena tidak mengerjakannya. Ternyata tahlilan, hanya di lakukan di sebagian kelompok di Indonessia saja, atau sebagian negara di Asia Tenggara saja..

Pertanyaan kita :

Wajibkah Tahlilan ??

Ternyata TIDAK, karena tidak ada perintah Allah dan Rasul untuk melakukan ritual tahlilan (Selamatan Kematian)

Sunnahkah Tahlilan ??

Ternyata ia bukan sunnah Rasul, sebab Rasulullah sendiri belum pernah mentahlili atau ngadain selamatan kematian untuk istri Beliau, anak Beliau, dan para syuhada...

Nah.. Dari uraian sederhana tsb, maka dengan sangat mudah bisa kita pahami, bahwa ternyata tahlilan hukumnya bukan Wajib, juga bukan Sunnah..

Kalau seandainya hukumnya Mubah.. Maka untuk apa dikerjakan ?? Sebab ia tidak mempunyai nilai (tidak ada pahala dan dosa, kalau dikerjakan atau ditinggalkan). Sudah buang-buang uang dan buang-buang tenaga, tetapi tidak ada nilainya...

Jadi sekarang.. Tinggal 2 (dua) hukum yang tersisa... Yaitu tinggal :

Makruh dan Haram.

Makruh : Apabila dikerjakan dibenci, apabila ditinggalkan berpahala.

Haram : Dikerjakan berdosa, ditinggalkan berpahala.

Jadi.. Sekarang pilih yang mana ?? Pilih makruh atau haram ??

Masih mau melakukan amalan yang makruh atau haram ??

Semoga bisa dijadikan bahan perenungan..

Bissmillah Thibbun Nabawi Madu Dan Herbal Klik ini
Baca SelengkapnyaKategori Hukum Tahlilan (Selamatan Kematian)

CUKUPKANLAH DIRIMU DENGAN SUNNAH



CUKUPKANLAH DIRIMU DENGAN SUNNAH

Suatu ketika Rasulullah shalAllahu alaihi wasallam mendengar berita tentang pernyataan tiga orang :

Yang pertama menyatakan :"Saya akan shalat tahajjud dan tidak akan tidur malam"

Yang kedua menyatakan :"Saya akan bershaum (puasa) dan tidak akan berbuka"

Yang terakhir menyatakan :"Saya tidak akan menikah"

Maka Rasulullah shalAllahu alaihi wasallam menegur mereka, seraya berkata :

"Apa urusan mereka dengan menyatakan seperti itu? Padahal saya bershaum dan saya pun berbuka, saya shalat dan saya pula tidur, dan saya menikahi wanita. Barang siapa yang membenci sunnahku maka bukanlah golonganku"

(Muttafaqun alaihi)

-

Lihatlah bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam MARAH ketika melihat ada para shahabatnya yang MERASA TIDAK TERCUKUPI dengan sunnahnya, sehingga mereka mengada-adakan suatu praktek ibadah yang menyelisihi apa yang diperbuat oleh Rasulullah shalllallahu ‘alayhi wa sallam.

Bahkan.. Sampai-sampai Beliau katakan : "..barangsiapa yang membenci sunnahku, maka ia bukan termasuk golonganku"

Dalam hadits tsb juga terdapat pelajaran berharga yakni :

Tidak ada kebaikan SAMA SEKALI bagi orang-orang yang melakukan melebihi dari apa yang beliau lakukan. Bahkan orang-orang yang merasa TIDAK TERCUKUPI dengan sunnah beliau diancam dengan ancaman : "..barangsiapa yang membenci sunnahku, maka ia bukan termasuk golonganku"

Karenanya beliau bersabda :

“Demi Allah, sesungguhnya saya adalah orang yang paling tahu terhadap Allah dan paling bertakwa di antara kalian.” [HR. Al-Bukhari (no. 5063) kitab an-Nikaah, Muslim (no. 1401) kitab an-Nikaah, an-Nasa-i (no. 3217) kitab an-Nikaah, Ahmad (no. 13122)]

Maka mengapa kita merasa kurang tercukupi dengan sunnah beliau ?! Sehingga kita mengada-adakan ibadah yang tidak pernah beliau kerjakan ?!

Apakah kita merasa LEBIH TAHU cara untuk mendekatkan diri kepada Allah dibanding beliau ?!

Ataukah kita merasa LEBIH BERTAKWA kepada Allah dibanding beliau ?? Sehingga kita tidak merasa cukup dengan apa yang telah dicontohkan beliau ?!

Maka tidak salah Khalifatur Rasyid ‘Ali radhiyallahu ‘anhu berkata :

“Jika disampaikan hadits kepada kalian dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka anggaplah bahwa beliau orang yang paling menggembirakan dan yang paling mendapat petunjuk serta yang paling bertakwa.” (Atsar Riwayat Ahmad)

Sehingga kita tidak mengambil petunjuk selain petunjuk beliau, sehingga kita menjadikan beliau SATU-SATUNYA uswah hasanah (teladan yang baik) dalam rangka menggapai takwa !!

Apakah ada petunjuk yang lebih baik daripada petunjuk beliau ?? Sehingga kita lebih memilihnya ketimbang memilih petunjuk beliau ?!

Apakah ada teladan yang lebih baik bagi kita untuk menggapai ketakwaan daripada beliau shallallahu ‘alayhi wa sallam ?!

Benarlah perkataan Ibnu Ma’sud radhiyaallhu 'anhu:

“Ikutilah (petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen), janganlah membuat bid’ah. Karena (sunnah) itu sudah cukup bagi kalian. Semua bid’ah adalah sesat.” (Diriwayatkan oleh Ath Thobroniy dalam Al Mu’jam Al Kabir no. 8770. Al Haytsamiy mengatakan dalam Majma’ Zawa’id bahwa para perowinya adalah perawi yang dipakai dalam kitab shohih)

Sebagaimana juga perkataan Ibnu ‘Umar radhiyaallahu 'anhu :

“Setiap bid’ah adalah sesat, walaupun manusia menganggapnya baik.” (Lihat Al Ibanah Al Kubro li Ibni Baththoh, 1/219, Asy Syamilah)

Maka camkanlah peringatan keras Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam :

"..barangsiapa yang membenci sunnahku, maka ia bukan termasuk golonganku"

Cukuplah ini sebagai ancaman keras bagi orang-orang yang hanya bermodalkan semangat dalam menjalankan ibadahnya TANPA MERUJUK kepada sunnah beliau, shallalllahu ‘alayhi wa sallam. Sedang Beliau bersabda :

"Demi Allah ! Bukankah kalian mengenalku wahai manusia !? Kalian telah mengetahui bahwa aku paling bertaqwa kepada Allaah diantara kalian, paling jujur, dan paling baik… maka kerjakanlah apa yang aku perintahkan kepada kalian !
(HR. Bukhariy dan Muslim; dinukil dari Hajjatun Nabiy karya Syaikh al Albaaniy rahimahullaah)

Semoga Allaah Ta'ala senantiasa meneguhkan hati kita agar semakin tunduk dan patuh terhadap Islam dan Sunnah..


Bissmillah Thibbun Nabawi Madu Dan Herbal Klik ini
Baca SelengkapnyaCUKUPKANLAH DIRIMU DENGAN SUNNAH

About

Copyright© All Rights Reserved by Tabir-Salaf : Manhaj yang selamat